Wednesday, April 7, 2010

LIM SWIE KING

Siapa yang tidak kenal dengan Liem Swie King, pahlawan bulutangkis Indonesia yang lahir di Kudus, 28 Februari 1956. Dia legendaris bulutangkis Indonesia setelah Rudy Hartono. Dia telah puluhan kali mengharumkan nama Indonesia di pentas bulutangkis dunia. Ia terkenal dengan pukulan jumping smash, yang dijuluki sebagai King Smash.
Sebagai pemain bulu tangkis dia dapat dikatakan sebagai pemain yang serba lengkap. Dengan permainan net yang tajam dan halus, stroke-nya lengkap, smash-nya keras kerap membuat lawan-lawannya kalang kabut. Dilakukan sambil melayang, shuttlecock dipukul saat tubuh belum menyentuh tanah. Smash yang dilakukan sambil meloncat juga menjadi trade mark tersendiri dengan sebutan King Smash. Itulah Lim Swie King.
Dari sebuah gudang pabrik rokok Djarum itulah semua cerita dimulai. Gudang yang pada pagi hingga siang digunakan sebagai tempat produksi. Pada sore harinya, setelah hiruk pikuk pekerjaan melinting rokok selesai, kemudian disulap menjadi lapangan bulu tangkis. Lim Swie King berlatih di antara aroma sisa-sisa tembakau. Terkesan dengan bakat King, CEO PT Djarum Budi Hartono melatih King lebih serius. Sebagai hasilnya pada 1972, King meraih meraih gelar juara tunggal putra junior Piala Munadi. Sejak itulah perlahan-lahan King menjelma menjadi King Smash. Dia meraih gelar kejuaraan bulu tangkis bergengsi All England pada 1978, 1979, dan 1981, dan termasuk secara beregu membawa lambang supremasi bulu tangkis beregu putra Piala Thomas tahun 1976, 1979, dan 1984. Gelar kemenangan King menjadi puluhan bila ditambah dengan turnamen "grand prix" yang lain. King juga menyumbang medali emas Asian Games di Bangkok 1978, dan enam kali membela tim Piala Thomas.

Tapi dia hanya manusia yang tidak pernah sempurna. Banyak pengamat menilai dia punya kekurangan pada mentalnya. Menjelang final All England 1980, setelah lampu-lampu dipadamkan dia tidak segera bisa tidur. Memikirkan lawan perkasa yang sudah garang menantinya: Prakash Padukone dari India. Kemudian King kalah. King juga pernah diskors PBSI. Dia terlambat datang di partai tunggal putra SEA Games melawan Lee Hai Thong dari Singapura, akibatnya dia dinyatakan kalah WO. Skorsing 3 bulan adalah waktu yang terlalu lama, apalagi bagi seorang atlit yang haus gelar.
Seperti juga yang terjadi pada pertandingan final All England di London pada tahun 1976, saat dimana dua putra terbaik bangsa Indonesia bertemu di final yakni Liem Swie King dan Rudy Hartono. Di final itu, Liem Swie King kalah dari Rudy Hartono dua set langsung dengan skor telak, 7-15 dan 6-15. Rudy Hartono kemudian tampil menjadi pemain pertama di dunia yang memecahkan rekor menjadi juara All England delapan kali.
Namun kekalahan yang dialami Liem Swie King itu ternyata masih menyimpan misteri dan mengundang tanya dari berbagai kalangan. Mereka bahkan menduga Liem Swie King diminta mengalah oleh Rudy Hartono untuk memuluskan jalannya meraih juara All England ke delapan kalinya. Misteri kekalahan Liem Swei King di All England 33 tahun silam itupun kembali mengemuka pada peluncuran dan diskusi buku “Panggil Aku King”, buku yang mengisahkan perjalanan karier Liem Swie King di Jakarta.
Ketua Umum Komunitas Bulu Tangkis Indonesia Tan Joe Hok menuturkan bahwa Suharso Suhandinata pernah bercerita kepadanya bahwa sebelum pertandingan Suharso memanggil King dan keduanya terlibat pembicaraan empat mata. Suharso meminta King untuk merelakan Rudy menjadi juara All England untuk ke delapan kalinya demi Merah Putih. “Saat itu King berusia 20 tahun. Ada kemungkinan King merasa bingung dan tidak punya teman untuk curhat dan tidak ada teman yang memberikan saran. King sepertinya tidak tahu harus memutuskan bagaimana,” kata Tan Joe Hok seperti tertulis pada hal 74 buku itu. Pertandingan final All England 1976 itu berlangsung relatif singkat. King tidak menunjukan dirinya sebagai juara sejati bahkan yang terlihat adalah King masuk ke lapangan dengan lesu tanpa gariah, katanya. Dia mengatakan sangat menyesal karena tidak bisa menjadi juara All England 1976.
Demi menjamin masa depan, ia pun mengundurkan diri sebagai pemain nasional bulutangkis tahun 1988. Kendati ia tidak langsung bisa menemukan kegiatan usaha untuk mencapai cita-citanya. Setahun setelah berhenti itu, King nyaris dapat dikatakan menganggur. Sebab keahlian dan pengetahuan yang dia miliki hanyalah olahraga bulu tangkis. Kemudian ia mulai ikut mengelola sebuah hotel di Jalan Melawai Jakarta Selatan milik mertuanya. Setelah itu, ia melebarkan sayap dengan membuka usaha griya pijat kesehatan. Kini usahanya telah mempekerjakan lebih dari 400 karyawan. Berkantornya di Kompleks Perkantoran Grand Wijaya Centre Jakarta Selatan. Hasilnya, selain usahawan dan eksekutif lokal, serta keluarga-keluarga menengah atas Jakarta, banyak ekspatriat menjadi pelanggan griyanya. Ia pun merasa bahagia karena bisa membuktikan griya pijat tidak selalu berkonotasi jelek seperti yang dibayangkan kebanyakan orang.
Fenomena sang legenda sampai membawa Nia Zulkarnaen bersama sang suami Ale, tertarik untuk membuat sebuah film yang memang didedikasikan bagi para pahlawan bulu tangkis di Indonesia. Selain sebagai hiburan bagi masyarakat, Nia berharap film 'King' dapat berpengaruh agar atlet bulu tangkis Indonesia saat ini dapat meniru semangat Lim Swie King yang selalu berjuang lebih dan lebih dalam mencapai tujuannya sebagai yang terbaik.
Saat ini, Liem Swie King berencana membangun sekolah bulutangkis di kawasan BSD, Serpong, Tangerang Selatan. King menyatakan ingin memberikan sumbangsih kepada bangsa dan negara berupa pendidikan bulutangkis kepada generasi muda Indonesia.King juga mengatakan bahwa hal ini merupakan impiannya dan anak-anaknya sejak dulu, mereka sedang mencari tanah yang akan digunakan untuk mengelola sekolah bulutangkis tersebut.

No comments:

Post a Comment